Rabu, 04 Februari 2015

Pendidikan Anak



Pendidikan Anak
Drs. Antoni, MHI

Penerapan pendidikan kepada anak-anak haruslah sesuai dengan proses pertumbuhan jiwa seseorang dalam mencapai kedewasaan. Pendidikan merupakan mahal fitrah yang harus dipenuhi oleh orang tua.
1.      Pengertian Pendidikan Islam
Sebelum lebih jauh  berbicara tentang pendidikan Islam. Terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian pendidikan itu sendiri. Pada dasarnya pendidikan adalah sebuah usaha sadar dari tiap individu untuk menjadi tahu. Pendidikan merupakan proses yang terus menerus dan berkelanjutan. Pendidikan adalah sebagai usaha untuk membentuk pribadi manusia harus melalui proses yang panjang dengan hasil yang tidak dapat di ketahuinya dengan segera.
Menurut  Yusuf Qardhawi “Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya akan dan hatinya, rohani, dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Sedangkan Hasan Langgulung merumuskan pendidikan sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan mengindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.[1] Pendidikan Islam menurut pengertian terminology yang diungkapkan oleh Zakariya Daradjat adalah “Pendidikan ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan baik dari keperluan diri sendiri maupun orang lain.[2] Ahmad Tafsir memberikan pengertian pendidikan Islam dalam artian yang sempit, menurut beliau “Pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin.[3] Dari pengertian yang diungkapkan para ahli di atas disimpulkan bahwa pendidikan Islam merupakan proses bimbingan proses bimbingan perkembangan jasmani dan rohani manusia melalui ajaran Islam untuk membentuk manusia yang memahami Islam dan tujuan akhir adalah menjadi makhluk yang mengabdi kepada Yang Maha Mulia.
2.      Dasar Pendidikan Islam
Segala sesuatu yang akan diperbuat oleh manusia tentunya melalui pertimbangan-pertimbangan dan ada landasan dasar yang menjadi acuan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dan menjadi fitrah manusia bahwa ada keinginan supaya hidupnya lebh berarti baik bagi dirinya sendiri ataupun bagi orang lain. Begitupun halnya dengan pendidikan tentunya mempunyai dasar sebgai landasan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diinginkan. Berbagai rumusan pemikiran ahli pendidikan tentang dasar pendidikan Islam.
Menurut al-Syaibani bahwa “Dasar pendidikan Islam identik dengan dasar tujuan Islam, keduanya berasal dari al-Quran dan al-Hadits.”[4] Dasar pendidikan Islam adalah identik dengan dasar ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu al-Quran dan al-Hadits. Menjadikan al-Quran dan al-Hadits sebagai dasar pemikiran dalam membina sistem pendidikan, bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang di dsasarkan kepada keyakinan semata, kebenaran yang dikemukakan mengandung kebenaran yang hakiki, bukan kebenaran yang spekulatif, lestari dan tidak tentatif (sementara).[5]
3.      Tujuan Pendidikan Islam
Sebagaimana pendidikan mempunyai dasar sebagai landasan atau acuan begitu juga  halnya pendidikan haruslah mempunyai tujuan sebagai hasil dari pendidikan Islam tersebut. Menurut Zakiah Daradjat dikutip oleh Akmal Hawi bahwa “Tujuan pendidikan Islam adalah membetuk manusia yang beriman yang bertaqwa kepada Allah SWT selama hidupnya dan matinya pun tetap dalam keadaan muslim.”[6] Menurut H.M Arifin “Tujuan Pendidikan Islam adalah menanamkan taqwa dan akhlak serta menegaskan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berpribadi dan berbudi luhur menurut ajaran Islam”.[7]
Menurut Imam Al-Ghozali “Pendidikan islam hendaknya menghasilkan:
a.       Kesempurnaan manusia yang puncaknya adalah dekat dengan Allah SWT
b.      Kesempurnaan manusia yang puncaknya adalah kebahagiaan dunia dan akhirat.[8]
4.      Pendidikan Dalam Keluarga
Keluarga adalah merupakan tempat pertama bagi seorang anak mengenal kehidupan. Dilingkungan tersebut anak pertama kali mendapat pengaruh sadar dan keluargalah merupakan lembaga pendidikan tertua yang sifatnya informal dan kodrati. Keluarga merupakan unit sosial yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak, sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak.[9] Jadi, keluarga bagi pendidikan merupakan peletak dasar  bagi pendidikan akhlak dan pandangan keagamaan, karena sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lainnya. Tentunya pengalaman anak pada masa-masa pertumbuhan sangatlah berpengaruh terhadap kepribadiannya pada masa dewasa. Setiap orang tua tentunya sangat menginginkan anaknya menjadi oran g yang berkembang dengan sempurna. Mereka menginginkan anak yang dilahirkan itu kelak menjadi orang yang sehat, kuat, berketerampilan dan yang utama orang tua menginginkan anaknya menjadi orang yang beriman kepada Yang Maha Pencipta.
Di dalam rumah tangga yang bertindak sebagai pendidik adalah ayah dan ibu serta semua orang yang merasa bertanggung jawab dalam keluarga tersebut seperti kakek, nenek, kakak dan lain-lain. Akan tetapi walaupun demikian yang paling bertanggung jawab tentunya ayah dan ibu sianak. Dilihat dari ajaran Islam, anak merupakan amanat dari Allah SWT dan in iwajib di pertanggung jawabkan. Secara umum inti dari tanggung jawab orang tua adalah penyelenggraan pendidikan bagi anak dalam keluarga. Kewajiban tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang tua memang mencintai anaknya. Orang tua mendidik anaknya karena kewajaran, karena kodratnya dan selain itu karena cinta. Mengingat hal tersebut maka secara sederhana tujuan pendidikan bagi anak dalam keluarga adalah agar anak menjadi anak yang shaleh. Anak yang shaleh itulah anak yang wajar dibanggakan. Orang tua hendaknya menanamkan beberapa pola pendidikan dalam keluarga yang itu merupakan hal dasar dalam kehidupan:
a.      Menanamkan Pendidikan Keimanan
Orang tua sebagai pendidik hendaklah menanamkan pendidikan iman sejak dini kepada anak-anaknya, atau sejak masa pertumbuhannya. Sehingga anak tersebut terikat dengan Islam, baik aqidah maupun ibadah. Islam sebagai agamanya, al-Quran sebagai imamnya dan Rasulullah SAW sebagai pemimpin dan tauladannya. Pendidikan iman adalah “mengingat anak dengan dasar-dasar keimanan sejak ia mengerti, membiasakannya dengan rukun Islam sejak ia memahami dan mengajarkan kepadanya dasar-dasar syari’at sejak usia baligh”.[10] Pendidikan keimanan sebenarnya sudah dimulai sejak anak tersebut lahir, yaitu dengan dikumandangkannya adzan di telinga kanan dan iqomah di telinga kiri. Itulah kalimat pertama kali direkam dalam pita yang bersih untuk mengawali hidup barunya di muka bumi. Dan juga supaya kalimat tauhid tersebut kalimat yang terakhir kalinya dibaca ketika meninggalkan dunia yang fana ini.
Terhadap anak-anak yang masih kecil tersebut orang tua harus senantiasa mengajarkan hal-hal yang diharamkan Allah SWT, baik berupa makanan, minuman ataupun perbuatan. Bentuk dari perbutan dilarang Allah SWT yang mudah dipahami anak antara lain : mencuri, berdusta, menipu, berani kepada orang tua, menyakiti orang lain dan sebagainya. Mengenalkan hal-hal tersebut kepada anak adalah dalam rangkah mengantarkan serta mewujudkan cita-cita orang tua menjadikan anak shaleh-shalehah. Mengajarkan ibadah terhadap anak kecil merupakan fase penyempurnaan dari fase pendidikan dan pembinaan aqidah yang telah ditanamkan sebelumnya. Karena makna hakiki dari pelaksanaan ibadah yang dipraktekkan oleh anak-anak dalam kehidupan sehari-harinya akan menambah kebenaran aqidah yang diyakininya.
Menurut Dr. Said Ramadhan Al-Buthi dikutip Muhammad Nur Abduh Hafid menjelaskan bahwa “Proses penanaman aqidah pada anak agar teus menerus berkembang dan tumbuh dengan kokoh dalam jiwanya adalah hendaknya anak bersangkutan diarahkan untuk selalu mengerjakan ibadah sesuai dengan kemampuannya. Langkah semacam ini diharapkan bahwa aqidah yang sudah tertanam dengan kokoh di hati mereka itu biasa menanam gempuran arus kehidupan yang negativ dan dekstruktif serta tegas menghadapi terpaan badai dan cobaan hidup.[11] Harus diakui juga bahwa masa kanak-kanak bukan masa pembebanan atau menanggung kewajiban tetapi merupakan masa persiapan, latihan dan pembiasaan. Karena itu, anak-anak harus dilatih dan dibiasakan melaksanakan ibadah sebagai bekal mereka ketika sudah sudah memasuki usia dewasa.

b.      Menanamkan Pendidikan Akhlak
Untuk membentuk dan mengantarkan anak-anak menjadi anak yang shaleh-shalehah, maka semenjak masa kanak-kanak para orang tua, para pendidik hendaknya memberikan pendidikan akhlak. Apabila sejak masa kanak-kanaknya ia tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah SWT dan terdidik untuk selalu takut, ingat, pasrah serta berserah diri hanya kepada-Nya, maka dengan sendirinya sianak tersebut akan memiliki kemampuan dan bekal pengetahuan di dalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan, disamping akan terbiasa dengan sikap yang mulia. Pentingnya pendidikan moral kepada anak yang dipikul oleh para orang tua, tentunya dalam hal ini sangat dibutuhkan perhatian yang besar serta pengawasan yang ketat. Para orang tua hendaknya menghindarkan anak dari akhlak yang tercela. Berikut ini hadits yang menerapkan tentang tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan akhlak untuk anak-anak :
قال النبي عليه الصلاة والسلام ما نحل والد ولده افضل من ادن حسن
Artinya : “Nabi saw bersabda, tidak ada sesuatu yang diberikan  orang tua kepada anaknya yang lebih utama dari sopan santun yang baik”.[12]
وقال عليه الصلاة والسلام اكرموااولادكم واحسنا ادابهم

Artinya : “Nabi saw bersabda, muliakanlah anak-anak kalian dan baguskalnlah budi pekerti mereka.”[13]
وقال عليه الصلاة والسلام لاندودب الرجال ولده خير من ان يتصد بصاع

Artinya : “Nabi saw bersabda, sungguh seorang mendidik anaknya bertata krama adalah lebih baik baginya bagi pada bersedekah satu sha’.”[14]
            Sudah sangat jelas arti penting pendidikan keimanan serta pendidikan akhlak terhadap anak-anak dalam keluarga. Dengan demikian bentuk kualitas sumber daya manusia yang diharapkan melalui pendidikan dalam keluarga muslim adalah :
a.       Keluarga mengharapkan anaknya menjadi anak yang shaleh dan shalehah
Kehadiran anak bias menjadikan kebanggaan bagi orang tua serta seluruh anggota keluarganya. Karena seringkali seorang anak biasa mengangkat derajat keluarganya karena budi pekerti dan prestasinya yang dicapai dan memang begitulah seharusnya yang diperbuat oleh anak. Tetapi dilain pihak anak juga dapat menjadi musuh dan menghancurkan martabat keluarganya.
b.      Untuk membentuk akhlak yang baik
Menurut Dr. Miqdad Yaljan para ahli sepakat bahwa “Pendidikan akhlak merupakan hal yang sangat penting. Tetapi di balik itu terungkap pula pendidikan akhlak merupakan segi pendidikan yang paling sukar. Pentingnya pendidikan akhlak karena akhlak itula yang akan menentukan kebahagiaan dan kelangsungan masyarakat. Akhlak merupakan sifat yang sangat penting yang membedakan antara manusia dengan hewan.[15] Oleh karena itu, agar kehadiran anak biasa benar-benar manjadi rahmat serta menjadi kebanggaan bagi keluarga maka sejak usia dini anak-anak harus dididik dengan baik yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Dengan demikian harapan untuk menjadi manusia yang dibanggakan akan dapat menjadi nyata.


[1] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dasn Moderenisasi Menuju Mellenium Baru, (Jakarta: Logos, 2000) hal. 5
[2] Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992) hal. 28
[3] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992) hal. 32
[4] Jalaluddin (a), Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001) hal. 80
[5] Jalaluddin (b), Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999) hal. 37-38
[6] Akmal Hawi, Kapita Selekta PAI, (Palembang: P3RF, 2005) hal. 50
[7] Prof H.M Arifin M. Ed, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991) hal. 32
[8] Dr. Lubis Salam, Menuju Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah, (Surabaya: Terbit Terang, 1994) hal. 84
[9] Kartini Kartono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005) hal. 57
[10] Maftuh Ahnan (a), Op. Cit. hal. 125
[11] Mohammad Nur Abdul Hafid,  Mendidik Anak, (Yogyakarta: Darusslam, 2004) hal. 124-125
[12] Jalaluddin Assuyuthi, Terjemahan Lubalul Hadits, (Surabaya: Apollo, 1992) hal. 100
[13] Ibid, hal. 100
[14] Ibid, hal. 100
[15] Dr. Miqdad Yaljian, Potret Rumah Tangga Islami, (Solo: Pustaka Mantiq, 1995) hal. 110

Tidak ada komentar:

Posting Komentar