Pendidikan Anak
Drs. Antoni, MHI
Penerapan pendidikan kepada anak-anak haruslah
sesuai dengan proses pertumbuhan jiwa seseorang dalam mencapai kedewasaan.
Pendidikan merupakan mahal fitrah yang harus dipenuhi oleh orang tua.
1.
Pengertian Pendidikan
Islam
Sebelum lebih
jauh berbicara tentang pendidikan Islam.
Terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian pendidikan itu sendiri. Pada
dasarnya pendidikan adalah sebuah usaha sadar dari tiap individu untuk menjadi
tahu. Pendidikan merupakan proses yang terus menerus dan berkelanjutan.
Pendidikan adalah sebagai usaha untuk membentuk pribadi manusia harus melalui
proses yang panjang dengan hasil yang tidak dapat di ketahuinya dengan segera.
Menurut Yusuf Qardhawi “Pendidikan Islam adalah
pendidikan manusia seutuhnya akan dan hatinya, rohani, dan jasmaninya, akhlak
dan keterampilannya. Sedangkan Hasan Langgulung merumuskan pendidikan sebagai
suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan mengindahkan
pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk
beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.[1] Pendidikan Islam menurut pengertian terminology yang diungkapkan oleh
Zakariya Daradjat adalah “Pendidikan ditujukan kepada perbaikan sikap mental
yang akan terwujud dalam amal perbuatan baik dari keperluan diri sendiri maupun
orang lain.[2] Ahmad Tafsir memberikan pengertian pendidikan Islam dalam artian yang
sempit, menurut beliau “Pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh
seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan
ajaran Islam. Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap seseorang agar ia
menjadi muslim semaksimal mungkin.[3] Dari pengertian yang diungkapkan para ahli di atas disimpulkan bahwa
pendidikan Islam merupakan proses bimbingan proses bimbingan perkembangan
jasmani dan rohani manusia melalui ajaran Islam untuk membentuk manusia yang
memahami Islam dan tujuan akhir adalah menjadi makhluk yang mengabdi kepada
Yang Maha Mulia.
2.
Dasar Pendidikan Islam
Segala sesuatu yang akan diperbuat oleh manusia
tentunya melalui pertimbangan-pertimbangan dan ada landasan dasar yang menjadi
acuan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dan menjadi fitrah manusia bahwa
ada keinginan supaya hidupnya lebh berarti baik bagi dirinya sendiri ataupun
bagi orang lain. Begitupun halnya dengan pendidikan tentunya mempunyai dasar
sebgai landasan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diinginkan.
Berbagai rumusan pemikiran ahli pendidikan tentang dasar pendidikan Islam.
Menurut al-Syaibani bahwa “Dasar pendidikan
Islam identik dengan dasar tujuan Islam, keduanya berasal dari al-Quran dan
al-Hadits.”[4]
Dasar pendidikan Islam adalah identik dengan dasar ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu al-Quran dan al-Hadits.
Menjadikan al-Quran dan al-Hadits sebagai dasar pemikiran dalam membina sistem
pendidikan, bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang di dsasarkan kepada
keyakinan semata, kebenaran yang dikemukakan mengandung kebenaran yang hakiki,
bukan kebenaran yang spekulatif, lestari dan tidak tentatif (sementara).[5]
3.
Tujuan Pendidikan Islam
Sebagaimana pendidikan mempunyai dasar sebagai
landasan atau acuan begitu juga halnya
pendidikan haruslah mempunyai tujuan sebagai hasil dari pendidikan Islam
tersebut. Menurut Zakiah Daradjat dikutip oleh Akmal Hawi bahwa “Tujuan
pendidikan Islam adalah membetuk manusia yang beriman yang bertaqwa kepada
Allah SWT selama hidupnya dan matinya pun tetap dalam keadaan muslim.”[6]
Menurut H.M Arifin “Tujuan Pendidikan Islam adalah menanamkan taqwa dan akhlak
serta menegaskan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berpribadi dan
berbudi luhur menurut ajaran Islam”.[7]
Menurut Imam Al-Ghozali “Pendidikan islam
hendaknya menghasilkan:
a.
Kesempurnaan
manusia yang puncaknya adalah dekat dengan Allah SWT
b.
Kesempurnaan manusia yang puncaknya
adalah kebahagiaan dunia dan akhirat.[8]
4.
Pendidikan Dalam
Keluarga
Keluarga adalah merupakan tempat pertama bagi
seorang anak mengenal kehidupan. Dilingkungan tersebut anak pertama kali
mendapat pengaruh sadar dan keluargalah merupakan lembaga pendidikan tertua
yang sifatnya informal dan kodrati. Keluarga merupakan unit sosial yang
memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak, sedangkan lingkungan sekitar
dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak.[9]
Jadi, keluarga bagi pendidikan merupakan peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan
keagamaan, karena sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang
tuanya dan dari anggota keluarga yang lainnya. Tentunya pengalaman anak pada
masa-masa pertumbuhan sangatlah berpengaruh terhadap kepribadiannya pada masa
dewasa. Setiap orang tua tentunya sangat menginginkan anaknya menjadi oran g
yang berkembang dengan sempurna. Mereka menginginkan anak yang dilahirkan itu
kelak menjadi orang yang sehat, kuat, berketerampilan dan yang utama orang tua
menginginkan anaknya menjadi orang yang beriman kepada Yang Maha Pencipta.
Di dalam rumah tangga yang bertindak sebagai
pendidik adalah ayah dan ibu serta semua orang yang merasa bertanggung jawab
dalam keluarga tersebut seperti kakek, nenek, kakak dan lain-lain. Akan tetapi
walaupun demikian yang paling bertanggung jawab tentunya ayah dan ibu sianak.
Dilihat dari ajaran Islam, anak merupakan amanat dari Allah SWT dan in iwajib
di pertanggung jawabkan. Secara umum inti dari tanggung jawab orang tua adalah
penyelenggraan pendidikan bagi anak dalam keluarga. Kewajiban tersebut dapat
dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang tua memang mencintai anaknya. Orang tua mendidik anaknya karena kewajaran, karena kodratnya dan selain
itu karena cinta. Mengingat hal tersebut maka secara sederhana tujuan
pendidikan bagi anak dalam keluarga adalah agar anak menjadi anak yang shaleh.
Anak yang shaleh itulah anak yang wajar dibanggakan. Orang tua hendaknya
menanamkan beberapa pola pendidikan dalam keluarga yang itu merupakan hal dasar
dalam kehidupan:
a.
Menanamkan Pendidikan
Keimanan
Orang tua sebagai pendidik hendaklah menanamkan
pendidikan iman sejak dini kepada anak-anaknya, atau sejak masa pertumbuhannya.
Sehingga anak tersebut terikat dengan Islam, baik aqidah maupun ibadah. Islam
sebagai agamanya, al-Quran sebagai imamnya dan Rasulullah SAW sebagai pemimpin
dan tauladannya. Pendidikan iman adalah “mengingat anak dengan dasar-dasar
keimanan sejak ia mengerti, membiasakannya dengan rukun Islam sejak ia memahami
dan mengajarkan kepadanya dasar-dasar syari’at sejak usia baligh”.[10]
Pendidikan keimanan sebenarnya sudah dimulai sejak anak tersebut lahir, yaitu
dengan dikumandangkannya adzan di telinga kanan dan iqomah di telinga kiri.
Itulah kalimat pertama kali direkam dalam pita yang bersih untuk mengawali
hidup barunya di muka bumi. Dan juga supaya kalimat tauhid tersebut kalimat
yang terakhir kalinya dibaca ketika meninggalkan dunia yang fana ini.
Terhadap anak-anak yang masih kecil tersebut
orang tua harus senantiasa mengajarkan hal-hal yang diharamkan Allah SWT, baik
berupa makanan, minuman ataupun perbuatan. Bentuk dari perbutan dilarang Allah
SWT yang mudah dipahami anak antara lain : mencuri, berdusta, menipu, berani
kepada orang tua, menyakiti orang lain dan sebagainya. Mengenalkan hal-hal
tersebut kepada anak adalah dalam rangkah mengantarkan serta mewujudkan
cita-cita orang tua menjadikan anak shaleh-shalehah. Mengajarkan ibadah
terhadap anak kecil merupakan fase penyempurnaan dari fase pendidikan dan
pembinaan aqidah yang telah ditanamkan sebelumnya. Karena makna hakiki dari
pelaksanaan ibadah yang dipraktekkan oleh anak-anak dalam kehidupan
sehari-harinya akan menambah kebenaran aqidah yang diyakininya.
Menurut Dr. Said Ramadhan Al-Buthi dikutip
Muhammad Nur Abduh Hafid menjelaskan bahwa “Proses penanaman aqidah pada anak
agar teus menerus berkembang dan tumbuh dengan kokoh dalam jiwanya adalah
hendaknya anak bersangkutan diarahkan untuk selalu mengerjakan ibadah sesuai dengan
kemampuannya. Langkah semacam ini diharapkan bahwa aqidah yang sudah tertanam
dengan kokoh di hati mereka itu biasa menanam gempuran arus kehidupan yang
negativ dan dekstruktif serta tegas menghadapi terpaan badai dan cobaan hidup.[11]
Harus diakui juga bahwa masa kanak-kanak bukan masa pembebanan atau menanggung
kewajiban tetapi merupakan masa persiapan, latihan dan pembiasaan. Karena itu,
anak-anak harus dilatih dan dibiasakan melaksanakan ibadah sebagai bekal mereka
ketika sudah sudah memasuki usia dewasa.
b.
Menanamkan Pendidikan
Akhlak
Untuk membentuk dan mengantarkan anak-anak
menjadi anak yang shaleh-shalehah, maka semenjak masa kanak-kanak para orang
tua, para pendidik hendaknya memberikan pendidikan akhlak. Apabila sejak masa
kanak-kanaknya ia tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada landasan iman
kepada Allah SWT dan terdidik untuk selalu takut, ingat, pasrah serta berserah
diri hanya kepada-Nya, maka dengan sendirinya sianak tersebut akan memiliki
kemampuan dan bekal pengetahuan di dalam menerima setiap keutamaan dan
kemuliaan, disamping akan terbiasa dengan sikap yang mulia. Pentingnya
pendidikan moral kepada anak yang dipikul oleh para orang tua, tentunya dalam
hal ini sangat dibutuhkan perhatian yang besar serta pengawasan yang ketat.
Para orang tua hendaknya menghindarkan anak dari akhlak yang tercela. Berikut
ini hadits yang menerapkan tentang tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan
akhlak untuk anak-anak :
قال النبي عليه الصلاة والسلام ما نحل والد
ولده افضل من ادن حسن
Artinya
: “Nabi saw bersabda, tidak ada sesuatu yang diberikan orang tua kepada anaknya yang lebih utama
dari sopan santun yang baik”.[12]
وقال عليه الصلاة والسلام اكرموااولادكم
واحسنا ادابهم
Artinya
: “Nabi saw bersabda, muliakanlah anak-anak kalian dan baguskalnlah budi pekerti
mereka.”[13]
وقال عليه الصلاة والسلام لاندودب الرجال
ولده خير من ان يتصد بصاع
Artinya
: “Nabi saw bersabda, sungguh seorang mendidik anaknya bertata krama adalah
lebih baik baginya bagi pada bersedekah satu sha’.”[14]
Sudah
sangat jelas arti penting pendidikan keimanan serta pendidikan akhlak terhadap
anak-anak dalam keluarga. Dengan demikian bentuk kualitas sumber daya manusia
yang diharapkan melalui pendidikan dalam keluarga muslim adalah :
a. Keluarga mengharapkan anaknya menjadi anak yang shaleh dan shalehah
Kehadiran anak bias
menjadikan kebanggaan bagi orang tua serta seluruh anggota keluarganya. Karena
seringkali seorang anak biasa mengangkat derajat keluarganya karena budi
pekerti dan prestasinya yang dicapai dan memang begitulah seharusnya yang
diperbuat oleh anak. Tetapi dilain pihak anak juga dapat menjadi musuh dan
menghancurkan martabat keluarganya.
b.
Untuk
membentuk akhlak yang baik
Menurut Dr. Miqdad Yaljan para ahli sepakat
bahwa “Pendidikan akhlak merupakan hal yang sangat penting. Tetapi di balik itu
terungkap pula pendidikan akhlak merupakan segi pendidikan yang paling sukar. Pentingnya pendidikan akhlak karena akhlak itula yang akan menentukan
kebahagiaan dan kelangsungan masyarakat. Akhlak merupakan sifat yang sangat
penting yang membedakan antara manusia dengan hewan.[15] Oleh karena itu, agar kehadiran anak biasa benar-benar manjadi rahmat
serta menjadi kebanggaan bagi keluarga maka sejak usia dini anak-anak harus
dididik dengan baik yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Dengan demikian
harapan untuk menjadi manusia yang dibanggakan akan dapat menjadi nyata.
[1]
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi
dasn Moderenisasi Menuju Mellenium Baru, (Jakarta: Logos, 2000) hal. 5
[2]
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1992) hal. 28
[3]
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam
Persfektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992) hal. 32
[4]
Jalaluddin (a), Teologi Pendidikan,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001) hal. 80
[5]
Jalaluddin (b), Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999) hal. 37-38
[6]
Akmal Hawi, Kapita Selekta PAI,
(Palembang: P3RF, 2005) hal. 50
[7]
Prof H.M Arifin M. Ed, Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991) hal. 32
[8]
Dr. Lubis Salam, Menuju Keluarga Sakinah,
Mawaddah, Warahmah, (Surabaya: Terbit Terang, 1994) hal. 84
[9]
Kartini Kartono, Kenakalan Remaja,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005) hal. 57
[10]
Maftuh Ahnan (a), Op. Cit. hal. 125
[11]
Mohammad Nur Abdul Hafid, Mendidik Anak, (Yogyakarta: Darusslam,
2004) hal. 124-125
[12]
Jalaluddin Assuyuthi, Terjemahan Lubalul
Hadits, (Surabaya: Apollo, 1992) hal. 100
[13]
Ibid, hal. 100
[14]
Ibid, hal. 100
[15]
Dr. Miqdad Yaljian, Potret Rumah Tangga
Islami, (Solo: Pustaka Mantiq, 1995) hal. 110